Sabtu, 12 Desember 2009

Kultur Di Cangkir Kopi

Kultur Di Cangkir Kopi
Oleh : Piyoen.
Dulu disebut Kota Ngrowo, yakni Tulungagung... Terdapat sebuah kebiasaan yang unik, yaitu Nyethe. Adalah kebiasaan menggambar atau melukis diatas rokok dengan menggunakan media endapan kopi. Meski menjadi kebudayaan, nyethe juga memunculkan permasalahan sosial dimasyarakat sebagai suatu kebiasaan yang kontroversi, karena ada berbagai fihak yang membuat generalisasi bahwa nyethe merupakan kegiatan yang membuang-buang waktu. Aach.... Mendah to lek ngono....
Nyethe ... Sebenarnya sudah basi jika dibicarakan sekarang ... Tetapi begitulah kenyataannya di Kota Ingandaya ini ... Tulungagung adalah sebuah wilayah yang puluhan hingga ratusan tahun silam tergenang banjir, dan berikutnya dirubah dengan cepat oleh arus globalisasi hingga menjadi Kota yang seperti kita lihat saat ini, Kota Perdagangan.
Cethe ... Sebuah usaha survival dalam pertaruhan lapangan kerja dengan modal bisa dibilang “ berapapun bisa jadi “ dan dengan tanpa penguasaan ketrampilan tertentu. Dalam kondisi pas-pasan alias “ sukur mathuk “ ben “ panggah iso urip “, orang-orang mencoba menghibur diri dengan menghias satu persatu batang rokok dengan endapan kopi dengan menggunakan batang ujung korek api, benang atau batang sendok kemudian dijejer dan mencoba mencari sela-sela sensasi kenikmatan yang tersisa dalam sergapan Industrialisasi yang Eksploitatief lewat helaan gelembung asap rokok.
Ekspresi dari si perokok jelas sekali, endapan kopi didasar cangkir telah diapresiasikan lewat media batang rokok yang ketika dihigsap benar-benar dapat melahirkan rasa baru. Apalagi jika diiringi musik geleng, cumbuan kecil dari tangan si penyaji kopi. Aawwwaaaaas .... Pelan saja ngisepnya .... Keluarkan .... Isep lagi .... Ssssssssspp .... Aaaaahh .... Nyethe tergelar mulai malam hingga pagi buta, siang, hingga kembali malam. Tidak terkecuali bagi para pedagang, tukang kredit, oknum aparat menyempatkan diri singgah sebentar di Warung Kopi. Remaja, dewasa, berkerumun di yang namanya “Warkop“ yang teresebar di pelosok desa hingga gang-gang kecil di Kota Tulungagung.
Diselingi kegiatan ngobrol, ngramal nomer togel, billiard atau sekedar datang untuk menggoda “ Kuli Cangkir “ (istilah bagi para pelayan warung kopi – red ). Karena memang para penggila Cethe datang dari kaum Adam. Mereka datang menggoda atau digoda. Pelayan menggoda pelanggan atau pelanggan menggoda pelayan. Atau bahkan juragan tergoda pelanggan atau bisa jadi juragan ada main dengan pelayan. Begitulah fenomena yang ada. Yang pasti, keasyikan menghias dan merokok di warung kopi itulah yang kemudian disebut dengan “ Nyethe “. Nyethe ... Wajah kultur komunal sisa kaum agraris yang tertinggal dipinggiran “ Cangkir Kopi “.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar