Selasa, 08 Desember 2009

Oknum DPRD Ngamen Proyek Ke SKPD


Tulungagung, Pilar News.

Delimatis kata salah satu SKPD ketika ditemui wartawan Pilar News, di ruangannya ketika di Tanya soal ada agenda apa oknum DPRD tersebut berkunjung ke sini?. Dia menceritakan secuil hal, salah satunya kedatangan dia minta kerjaan ujarnya.

Dengan hal seperti itu apa gunanya dibentuk Badan Kehormatan (BK) dengan salah satu tujuan utama menjaga citra dewan dari ulah oknum anggota dewan yang tidak beretika dan suka minta jatah proyek ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Namun demikian, bermacam persoalan seputar BK menjadikannya macan ompong. Kesannya galak, tetapi sebenarnya tidak bisa menggigit, karena tidak bertaring. Kurangnya dukungan personal maupun institusional dari luar BK menjadi salah satu penyebabnya.

BK lahir dari keinginan untuk menjaga citra institusi DPR dan DPRD sebagai sebuah lembaga yang terhormat. BK ada untuk mencegah masyarakat apatis dan tidak respek terhadap dewan, gara-gara dewan sendiri yang tidak mampu menjaga citra sebagai lembaga terhormat. Pada periode-periode sebelumnya, oknum anggota dewan melakukan hal-hal yang tidak terpuji, sehingga menimbulkan citra jelek di masyarakat.

Kemudian muncul BK, sehingga secara internal ada yang mengawasi. Di DPRD kab Tulungagung. Sementara di daerah-daerah lain sampai sekarang pun masih banyak yang tarik ulur dan pro kontra. Hal ini kita lihat sisi positifnya saja, yakni adanya sebuah lembaga pengawasan internal. Yang jelas, mau tidak mau, Undang-undang mengamanatkan bahwa BK itu harus ada.

Meskipun pada awal kemunculannya masih sering terdengar komentar-komentar sepeti wong sama-sama anggota dewan kok diawasi, sama-sama alat kelengkapan dewan kok yang ini punya kelebihan dibanding yang lain. Sampai ada istilah “jeruk minum jeruk” segala.

Kita sudah punya Kode Etik sebagai pedoman pelaksanaan, berupa kesepakatan dan aturan seharusnya bagaimana di kantor, berhadapan dengan mitra kerja, atau saat bertemu masyarakat. Peraturan dibuat rinci, menjadi keputusan dewan dan menjadi Kode Etik. Misalnya dilarang absen dari rapat yang sama 3 kali berturut-turut yang itu dipantau dengan melihat presensi. Kapan pakai PSR, PSH, atau pakaian-pakaian lain, itu semua ada ketentuannya.

Juga dilarang merokok di ruang ber-AC, karena gedung dewan yang megah dan membangunnya pakai uang rakyat ini harus dirawat. Anggota dewan kan harus rapi dalam berpakaian dan bertutur kata yang sopan. Tetapi kemudian timbul intepretasi yang berbeda. Ada yang menganggap saya sudah sopan kok menurut habitat saya.

Saat ini mampukah BK memberikan sangsi atau teguran terhadap oknum anggota dewan yang suka keluyuran dan meminta jatah proyek ke dinas-dinas?. Tunggu edisi selanjutnya. (red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar